Tuesday, July 24, 2012

Misteri Planet Inhabit (1)





 Misteri Planet Inhabit (1)



وَيَخْلُقُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Qs. An-Nahl 8).

Manusia tidak pernah hidup sendiri, Allah Ta’ala telah menciptakan berbagai mahluk yang kita tidak bisa mengetahui semuanya apalagi menghitung-nya. Kemungkinannya selalu ada suatu mahluk yang Allah menciptakannya mirip dengan kita. Saya yakin akan hal tersebut, tidak ada yang mustahil, walaupun kita tidak bisa memastikan detailnya.

Penulis tidak sedang berbicara menurut akal, yang kadangkala benar dan sering kali salah. Akan tetapi berbagai dalil yang terjamin kebenarannya yang menyatakan kemungkinan tersebut. Kita memang tidak berkepentingan untuk mengetahui semua mahluk itu secara detail, ayat dan atsar lebih banyak berbicara secara global tanpa merinci. Dan menurut penulis, itupun sudah cukup untuk menenangkan hati-hati yang bertanya-tanya dan jiwa-jiwa yang penasaran.

Sedikitnya ada tiga dalil yang menunjukan besarnya kemungkinan itu,


Pertama: keumuman ayat,
وَيَخْلُقُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Qs. An-Nahl 8).
Menurut pendapat yang benar, ayat ini berbicara secara umum tentang seluruh ciptaan Allah, bukan khusus tentang mahluk yang ada dibumi saja. Bahkan beberapa ahli tafsir menukil banyak riwayat yang menjelaskan perihal sebagian mahluk-mahluk itu. Hanya saja, tafsir-tafsir telah banyak bercampur antara riwayat yang lemah dengan yang shahih, sulit untuk membedakannya kecuali mereka yang benar-benar ahli dibidang ini.
Syaikh Mahmud Syukri Al-Alusi rahima-hullahu (w. 1342 H) dalam kitabnya Ma Dalla ‘Alaihi Al-Qur’an Min Ma Yadhadhu Al-Haiah Al-Jadidah Al-Qawimah Al-Burhan hal. 128, berkata :
بل لايبعد أن يكون في كل سماء حيوانات ومخلوقات علي صور شتي وأحول محتلفة لا نعلمها ولم يذكر في الأجبار شيء منها فقد قال تعالي : وَيَخْلُقُ مَا لا تَعْلَمُونَ
“Bahkan tidak terlalu jauh jika dikatakan bahwa disetiap langit ada hewan-hewan dan mahluk-mahluk lain dengan keragaman bentuk dan kondisi mereka yang tidak diketahui dan tidak pernah disebutkan dalam khabar sedikitpun. Sungguh Allah telah ber-firman : Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya" (Qs. An-Nahl 8).
Ar-Ruhaaniyuun
Diantaranya apa yang dituturkan oleh Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas al-Hanafi seorang murid dari Imam ahli hadits yang terkenal Syaikh Jalaludin as-Sayuthi yang wafat setelah tahun 928 H (1522 M) dalam kitabnya: Bada’i az-Zuhur fi Waqa’i ad-Duhur. Syaikh menyebutkan sebuah riwayat:
خلق الله تعالى أرضا بيضاء مثل الفضة وهى قدر الدنيا ثلاثين مرة وا أمم كثيرة لا يعصون الله طرفة عين قالت الصحابة يارسول الله أمن ولد آدم هم قال لا يعلمهم غير الله ليس لهم علم بآدم قالوا يارسول الله فأين ابليس منهم فقال ولا يعلمون بأبليس ثم تلا قوله تعالى) ويخلق ما لاتعلمون(
“Allah menciptakan suatu bumi putih seperti perak. Ukurannya 30 kali ukuran dunia (bumi).[1] Disana tinggal berbagai umat yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah sedetik pun”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah apakah mereka termasuk anak Adam?’. Beliau menjawab, “Tidak ada yang mengeta-hui mereka kecuali Allah, dan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang Adam”. Beliau ditanya, “Bagai-mana dengan Iblis terhadap mereka?”. Beliau men-jawab, “Mereka tidak mengetahui Iblis. Kemudian beliau membaca firman Allah, “Dan Allah mencipta-kan apa yang tidak kamu mengetahuinya”. (Qs. Nahl 8).
Dinukil dengan lafazh yang mirip kisah diatas oleh As-Sam’ani dalam Tafsir (1/371), beliau berkata, “Ini Khabar gharib”, juga oleh Ismail Haqi dalam Ruhul Bayan – cet Darul Ihya Ut Turot (5/9), dan As-Samarkandi dalam Bahr Ulum – cet Darul Fikr (2/267) tapi semuanya tanpa sanad.
Kemudian Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya (8/157) menyebutkan salah satu sanadnya dari Imam Abu Bakar Abdullah bin Muhammad, yang dikenal dengan Ibnu Abi Dunya dalam Kitabnya At-Tafakur wal I’tibar:
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ حَاتِمٍ الْمَدَائِنِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي دَهْرَسٍ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْتَهَى إِلَى أَصْحَابِهِ وَهُمْ سُكُوتٌ لَا يَتَكَلَّمُونَ فَقَالَ: "مَا لكم لا تتكلمون؟ "فقال: وا نَتَفَكَّرُ فِي خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ "فَكَذَلِكَ فَافْعَلُوا تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللَّهِ وَلَا تَتَفَكَّرُوا فِيهِ فَإِنَّ بِهَذَا الْمَغْرِبِ أَرْضًا بَيْضَاءَ نُورُهَا سَاحَتُهَا -أَوْ قَالَ سَاحَتُهَا نُورُهَا -مَسِيرَةَ الشَّمْسِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا بِهَا خلقُ اللَّهِ تَعَالَى لَمْ يعصُوا اللَّهَ طَرفة عَيْنٍ قَطُّ "قَالُوا فَأَيْنَ الشَّيْطَانُ عَنْهُمْ؟ قَالَ "مَا يَدْرُونَ خُلِقَ الشَّيْطَانُ أَمْ لَمْ يُخْلَقْ؟ "قَالُوا أَمِنْ وَلَدِ آدَمَ؟ قَالَ "لَا يَدْرُونَ خُلِقَ آدَمُ أَمْ لَمْ يُخْلَقْ؟ "
Menceritakan kepada saya Ishaq bin Hatim Al-Madaini, menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman dari Utsman bin Abi Dahras yang berkata: telah sampai kepada saya sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam datang dihadapan para sahabatnya yang sedang terdiam tidak berbicara”. Beliau bersabda, “Kenapa kalian tidak saling ber-bicara?”. Mereka berkata, “Kami sedang mentafakuri ciptaan Allah Azza wa Jalla”. Beliau bersabda, “Memang seharusnya kalian menafakuri ciptaan Allah, dan tidak memikirkan tentang Dzat Allah. Sesungguh-nya di arah barat ini ada bumi yang berwarna putih, cahayanya adalah warna putihnya. Perjalanan matahari 40 hari. Didalamnya ada mahluk ciptaan Allah Ta’ala yang tidak bermaksiat kepada Allah sedikit pun”. Mereka bertanya, “Bagaimana syaitan terhadap me-reka?”. Beliau menjawab, “Mereka tidak mengetahui syaitan telah diciptakan atau tidak?”. Mereka bertanya lagi, ”Apakah mereka termasuk anak Adam?”. Beliau menjawab, “Mereka tidak mengetahui apakah Adam pernah diciptakan atau tidak?”.
Kemudian Ibnu Katsir berkata, “Hadits ini mursal dan munkar sekali”.
Penulis kemudian menemukan bahwa Abu Syaikh dalam Al-Adzamah mengeluarkannya juga dari dua jalan lain, pertama pada no. 924:
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ الْهَرَوِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ الزِّيَادِيُّ، حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ سَلَمَةَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو أُمَيَّةَ مَوْلَى شُبْرُمَةَ، وَاسْمُهُ الْحَكَمُ، عَنْ بَعْضِ أَئِمَّةِ الْكُوفَةِ قَالَ: قَامَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَصَدَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم نَحْوَهُمْ فَسَكَتُوا فَقَالَ: «مَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ؟» قَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَظَرْنَا إِلَى الشَّمْسِ فَتَفَكَّرْنَا فِيهَا، مِنْ أَيْنَ تَجِيءُ؟ وَأَيْنَ تَذْهَبُ؟ وَتَفَكَّرْنَا فِي خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَذَلِكَ فَافْعَلُوا، تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللَّهِ، وَلَا تَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ، فَإِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَرَاءَ الْمَغْرِبِ أَرْضًا بَيْضَاءَ، بَيَاضُهَا نُورُهَا، أَوْ نُورُهَا بَيَاضُهَا مَسِيرَةَ الشَّمْسِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، فِيهَا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، لَمْ يَعْصُوا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ طَرْفَةَ عَيْنٍ» . قِيلَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، مِنْ وَلَدِ آدَمَ هُمْ؟ قَالَ: «مَا يَدْرُونَ خُلِقَ آدَمُ، أَوْ لَمْ يُخْلَقْ» . قِيلَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، فَأَيْنَ إِبْلِيسُ عَنْهُمْ؟ قَالَ: «مَا يَدْرُونَ خُلِقَ إِبْلِيسُ أَمْ لَمْ يُخْلَقْ»
Menceritakan kepada kami Abu Al-Abbas Al-Harawi, menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad al-Ziyadiy. Menceritakan kepada kami Mu’tamar dari Mughiroh bin Salamah yang berkata: menceritakan kepada saya Abu Umayyah maula Syubrumah dan namanya Al-Hakam dari sebagaian para imam Kufah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai kepada sebagian sahabatnya yang sedang terdiam”. Beliau bersabda, “Kenapa kalian tidak berbicara?”. Mereka berkata, “Ya Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam kami sedang memandang ke arah matahari dan kami sedang mentafakurinya. Dari mana ia datangnya? Dan kemana ia perginya?. Dan kami sedang mentafakuri ciptaan Allah Azza wa Jalla”. Beliau bersabda, “Memang seharusnya kalian mentafakuri ciptaan Allah dan tidak memikirkan tentang Dzat Allah. Sesungguh-nya Allah Tabaroka wa Ta’ala menciptakan diarah barat bumi yang putih. Putih cahayanya, atau cahaya-nya itu yang membuatnya putih. Perjalanan matahari 40 hari. Didalamnya ada mahluk dari mahluk ciptaan Allah Azza wa Jalla. Mereka tidak bermaksiat kepada Allah sedikitpun”. Ditanyakan kepada beliau, “Ya Nabiyallah, apakah mereka termasuk anak Adam?”. Beliau menjawab, “Mereka tidak mengetahui bahwa Adam pernah diciptakan atau tidak”. Dikatakan kepada beliau, “Ya Nabiyallah, bagaimana dengan Iblis kepa-da mereka?”. Beliau menjawab, “Mereka tidak pernah mengetahui Iblis pernah diciptakan atau tidak”.
Lalu pada no. 922 :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ نَصْرٍ الْجَمَّالُ، حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ زَنْجُوَيْهِ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَسْوَدِ النَّضْرُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ، حَدَّثَنَا مَسْلَمَةُ بْنُ عُلَيٍّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْخُرَاسَانِيِّ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى أَرْضًا مِنْ وَرَاءِ أَرْضِكُمْ هَذِهِ، بَيْضَاءَ نُورُهَا، وَبَيَاضُهَا مَسِيرَةُ شَمْسِكُمْ هَذِهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا» . قَالُوا: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْنِي مِثْلَ الدُّنْيَا أَرْبَعِينَ مَرَّةً، فِيهَا عِبَادٌ لِلَّهِ تَعَالَى، لَمْ يَعْصُوهُ طَرْفَةَ عَيْنٍ ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمِنَ الْمَلَائِكَةِ هُمْ؟ قَالَ: «مَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْمَلَائِكَةَ» . قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَمِنْ وَلَدِ آدَمَ هُمْ؟ قَالَ: «مَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ آدَمَ» . قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَمِنْ وَلَدِ إِبْلِيسَ هُمْ؟ قَالَ: «مَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ إِبْلِيسَ» . قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَنْ هُمْ؟ قَالَ: «هُمْ قَوْمٌ يُقَالُ لَهُمُ الرَّوْحَانِيُّونَ، خَلَقَهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ ضَوْءِ نُورِهِ»
Menceritakan kepada kami Ahmad bin ja’far bin Nashr al-Jammal. Menceritakan kepada kami Muhammad bin Janzuwaih, menceritakan kepada kami Abu Al-Aswad An-Nadhr bin Abdul Jabar. Menceritakan kepada kami Maslamah bin ‘Ulay dari Abdurrahman al-Khurasani dari Muqatil bin Hayyan dari Muhammad bin Ka’ab al-Quradhi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan sebuah bumi di seberang bumi kalian ini. Putih adalah sinar dan cahayanya, dan jaraknya adalah perjalanan matahari kalian ini 40 hari. Perawi berkata, “Maksud Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam yaitu semisal besar dunia ini 40 kalinya”. Didalamnya ada hamba Allah Ta’ala yang tidak bermaksiat sedikitpun”. Ditanyakan, “Ya Rasulullah, apakah mereka termasuk malaikat?”. Beliau men-jawab, “Bahkan mereka tidak mengetahui kalau Allah menciptakan malaikat”. Beliau ditanya lagi, “Lalu apakah mereka termasuk anak turun Adam?”. Beliau menjawab, “Bahkan mereka tidak mengetahui kalau Allah menciptakan Adam”. Ditanyakan lagi, “Kalau demikian, apakah mereka termasuk anak turun Iblis?”. Beliau menjawab, “Bahkan mereka tidak mengetahui kalau Allah menciptakan Iblis”. Lalu mereka bertanya, “Lantas siapa mereka, ya Rasulullah?”. Beliau men-jawab, “Mereka adalah kaum yang disebut Ar-Ruuhaaniyyuun. Allah Azza wa Jalla menciptakan mereka dari cahaya sinar-Nya”.[2]
Menurut penulis, walaupun dengan tambahan dua jalan inipun, tetap saja hadits ini tidak shahih.[3] Penisbatan kepada sebagian perkataan salaf agaknya lebih tepat daripada memarfukannya kepada Rasu-lullah shallallahu’alaihi wasallam. Dan ternyata me-mang demikian adanya sebagaimana diriwayatkan oleh Abdulloh bin Ahmad bin Hambal dalam kitab Al-Zuhud (No. 1589), begitu pula Abu Syaikh dalam Al-Adzamah (no. 921) yang meriwayatkan hadits diatas tidak secara marfu kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melainkan justru dari perkataannya Aun bin Abi Syadad.
Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata:
حدثني نَصْرَ بْنَ عَلِيٍّ، حدثنا نُوحُ بْنُ قَيْسٍ، حدثني عَوْنُ بْنُ أَبِي شَدَّادٍ، قَالَ إِنَّ للَّهِ تبارك وتعالى خلق بمسقط الشَّمْسِ أَرْضًا بَيْضَاءَ نُورُهَا بَيَاضُهَا فِيهَا قَوْمٌ لَمْ يَدْرُوا أَنَّ اللَّهَ تبارك وتعالى عُصِيَ قَطُّ »
Menceritakan kepada saya Nashr bin Ali, men-ceritakan kepada kami Nuh bin Qais. Menceritakan kepada saya ‘Aun bin Abi Syadad yang berkata: “Sesungguhnya Allah Tabaroka wa Ta’ala mencipta-kan diarah terbenamnya matahari, bumi yang putih, cahayanya itulah yang (menyebabkan) putih, didalam-nya ada kaum yang tidak melakukan kemaksiatan kepada Alloh Tabaroka wa Ta’ala sedikitpun”.
Abu Syaikh berkata:
حَدَّثَنَا الْهَرَوِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا نُوحُ بْنُ قَيْسٍ الْحُدَّانِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَوْنَ بْنَ أَبِي شَدَّادٍ يَقُولُ: «إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى أَرْضًا بَيْضَاءَ نُورُهَا بَيَاضُهَا خَلْفَ مَسْقَطِ الشَّمْسِ، فِيهَا قَوْمٌ مَا يَشْعُرُونَ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عُصِيَ فِي أَرْضٍ»
Menceritakan kepada kami Al-Harawi, menceritakan kepada kami Ubaidullah, menceritakan kepada kami Nuh bin Qais al-Hudani yang berkata: aku mendengar Aun bin Syadad berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan bumi yang putih, cahayanya itulah yang (menyebabkan) putih, diarah terbenamnya matahari, didalamnya ada kaum yang tidak mengetahui sesung-guhnya Alloh Azza wa Jalla dimaksiati dibumi”.
Sebagian salaf menyebut penghuni bumi yang putih itu sebagai ruhaniyun. Yang dimaksud adalah mahluk yang disebut ‘Ruh” dalam Surat an-Naba ayat 38:
يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلائِكَةُ صَفًّا
“Pada hari ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf”.
Ruh ini konon memiliki bentuk seperti Bani Adam, mereka makan dan minum seperti kita. Abu Syaikh meriwayatkan hal ini (no. 410) dari perkataan-nya Mujahid rahimahullahu:
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِصَامٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى قَالَ: «الرُّوحُ خَلْقٌ عَلَى صُوَرِ ابْنِ آدَمَ يَأْكُلُونَ وَيَشْرَبُونَ»
Menceritakan kepada kami Al-Walid, menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Isham, menceritakan kepada kami Abu ‘Amr menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibn Abi Najih dari Mujahid Rahimahullahu Ta’ala: “Ruh itu diciptakan dalam rupa anak Adam. Mereka makan dan minum”.
Dikeluarkan pula oleh Abu Syaikh pada (no. 402), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Aulia (3/290) dan Ibn Jarir dalam Tafsir (24/176), semuanya dari arah Sufyan sebagaimana diriwayatkan Abu Syaikh. Ibn Jarir dihalaman yang sama mengeluarkannya dari jalan yang lain kepada Mujahid semisal lafazh diatas.
Dalam riwayat lain Mujahid berkata,
الرُّوحُ يَأْكُلُونَ وَلَهُمْ أَيَدٍ وَأَرْجُلٌ وَلَهُمْ رُءُوسٌ وَلَيْسُوا بِمَلَائِكَةٍ
“Ruh itu makan, dan mereka memiliki tangan, kaki dan kepala. Tapi mereka bukan malaikat”.
Lafazh ini disebutkan Abdurrazaq dalam Tafsir (no. 3469 – Darul Kutub Ilmiyah). Lihat pula Ibnu Jarir dalam Tafsirnya (24/176) semisal ini.
Aku pikir kisah tentang Ruh ini shahih dari perkataan Mujahid dengan banyaknya jalan kepada-nya, bahkan telah shahih pula dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu sebagaimana dikatakan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (8/402):
وَقَدْ رَوَى بن إِسْحَاق فِي تَفْسِيره بِإِسْنَاد صَحِيح عَن بن عَبَّاسٍ قَالَ الرُّوحُ مِنَ اللَّهِ وَخَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ وَصُوَرٌ كَبَنِي آدَمَ
“Dan sungguh telah diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam Tafsirnya dengan isnad shahih dari Ibnu Abbas yang berkata: Ar-Ruh itu dari Allah dan salah satu mahluk dari mahluk Allah, sedangkan bentuknya sebagaimana Bani Adam”.
Beberapa salaf lainnya mengatakan hal yang sama tentang ruh, diantaranya Abu Shalih yang berkata,
يُشْبِهُونَ النَّاسَ وَلَيْسُوا مِنَ النَّاسِ
“(ruh itu) Mirip manusia tapi tidak termasuk manusia”. (HR. Abu Syaikh no. 403 dan Ibn Jarir 24/176).
Sebagian lagi menginformasikan bahwa jumlah Ruh ini sangat banyak sekali, bahkan jauh melebihi mahluk-mahluk yang kita kenal seperti malaikat, jin, setan dan manusia. Mereka mengatakan,
مَا تَبْلُغُ الْجِنُّ وَالْإِنْسُ وَالْمَلَائِكَةُ وَالشَّيَاطِينُ عُشْرَ الرُّوحِ
“Jin, manusia, malaikat dan setan tidak mencapai sepersepuluh ruh”. (Abu Syaikh no. 397 dari perkataan Abdullah bin Buraidah, tapi dalam sanadnya ada kelemahan).
Demikianlah yang sampai kisahnya tentang ruhaniyun ini dari para ulama salaf, dan hanya Allah lah yang mengetahui kebenarannya. Tapi intinya dari pembicaraan ini adalah bahwa ayat : Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Qs. An-Nahl 8), sama sekali bukan dimaksud hanya mahluk di bumi saja, melainkan dapat di-pahami secara global. Dan ini sudah cukup sebagai argumen.



Kedua: Keumuman ayat,



وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِنْ دَابَّةٍ وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ
“Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan segala yang Dia sebarkan pada keduanya (langit dan bumi) dari makhluk-makhluk yang melata (Dabbah). Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya”. (Qs. Asy-Syuura 29).
Ayat ini dapat dikatakan berbicara secara global, sebab benda-benda yang berada diantara langit bumi termasuk pula didalamnya bumi, juga planet-planet, bintang-bintang, galaksi-galaksi dan benda-benda lain-nya yang beraneka ragam bentuknya sebagaimana banyak diteliti oleh para ilmuwan. Sedangkan dabbah ini walaupun makna asalnya hewan yang melata, tapi kadangkala bermakna umum termasuk mahluk berakal seperti manusia dan jin, sebagaimana dalam sebuah ayat,
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan mening-galkan di atas permukaan bumi suatu dabbah pun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya”. (Fathir 45).
Al-Baghawi dalam Tafsir (7/427) berkata tentang dabbah dalam ayat diatas,
{مِنْ دَابَّةٍ} كَمَا كَانَ فِي زَمَانِ نُوحٍ أَهْلَكَ اللَّهُ مَا عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ كَانَ فِي سَفِينَةِ نُوحٍ
(maksud firman Allah) “dari Dabbah” yaitu sebagai-mana di zamannya Nuh, dimana Allah membinasakan setiap apa yang dipermukaan bumi kecuali siapa yang ada dalam perahu Nuh”.
Syaikh Mahmud Syukri Al-Alusi rahima-hullahu (w. 1342 H) dalam kitabnya Ma Dalla ‘Alaihi Al-Qur’an Min Ma Yadhadhu Al-Haiah Al-Jadidah Al-Qawimah Al-Burhan hal. 128, berkata menjelaskan Surat Asy-Syuura ayat 29 diatas:
هده الآية تدل بصريحها على وجود حيوانات في السماوات لأن الدابة لاتشمل الْمَلائِكَةُ. لأنه في آيه أخرى قابل بين الدابة و الْمَلك. وهي قوله تعالى :
“Ayat ini secara jelas mengisyaratkan keberadaan hewan-hewan di langit, sebab mahluk melata (Dab-bah) tidak mencakup malaikat, dan didalam ayat lain pun mahluk melata ini malah disandingkan dengan malaikat, yaitu firman Allah:
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلائِكَةُ
“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan segala apa yang dibumi, dari mahluk melata (Dabbah) dan (juga) para malaikat” (Qs. An-Nahl 49).
بل لايبعد أن يكون في كل سماء حيوانات ومخلوقات علي صور شتي وأحول محتلفة لا نعلمها ولم يذكر في الأجبار شيء منها فقد قال تعالي : وَيَخْلُقُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Bahkan tidak terlalu jauh jika dikatakan bahwa disetiap langit ada hewan-hewan dan mahluk-mahluk lain dengan keragaman bentuk dan kondisi mereka yang tidak diketahui dan tidak pernah disebutkan dalam khabar sedikitpun. Sungguh Allah telah ber-firman : Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Qs. An-Nahl 8)”.
Syaikh Al-Alusi rahimahullahu bahkan men-duga sebagian dari dabbah langit itu adalah mukallaf (dibebani kewajiban beragama), beliau melanjutkan:
وعلى القول بوجود حيوانات في السماء , فالأية تدل على أن العقلاء منهم مكلفون أيضا, ودلك قوله تعالى : وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ. أي: حشرهم بعد البعث للمحاسابة . ومعلوم أن غير المكلف لايهشر
“Seandainya kita menerima adanya hewan-hewan langit, maka ayat ini lebih lanjut menunjukan bahwa jenis-jenis yang berakal diantara hewan-hewan langit itu pun dibebani dengan kewajiban sebagai mukallaf. Hal ini diisyaratkan lewat firman Allah selanjutnya, “Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya”. (Qs. Asy-Syuura 29), yaitu mengum-pulkan mereka setelah dibangkitkan untuk dihisab. Dan sudah maklum adanya bahwa mahluk yang tidak dibebani kewajiban agama (ghaira mukal-laf) tidak ikut dikumpulkan dihari kiamat kelak”.[1]

Buraq
Dalam hadits pun, terdapat keterangan tentang adanya binatang melata (dabbah) selain dari dabbah bumi yang kita kenal. Dalam kisah Isra mi’roj, Nabi kita shallallahu’alaihi wasalam menjumpai dabbah yang disebut Buraq yang dibawa Jibril ‘alahi salam. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa salam menggambar-kan Buraq ini adalah dabbah (hewan melata) yang digunakan sebagai kendaraan para Nabi. Beliau shallallahu ’alaihi wasalam bersabda:
أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ - وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ - قَالَ فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ - قَالَ - فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِى يَرْبِطُ بِهِ الأَنْبِيَاءُ - قَالَ - ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ
“Telah didatangkan padaku Buraq, ialah dabbah (binatang melata) yang berwarna putih bentuknya lebih besar dari pada keledai dan lebih kecil daripada beghal. Ia meletakan kakinya sejauh pandangan mata-nya. Aku menaiki binatang ini yang membawaku sampai di Baitul Maqdis, lalu ku ikat ia pada lingkaran yang biasanya digunakan oleh para Nabi untuk mengi-kat binatang tunggangannya. Kemudian aku masuk ke dalam mesjid dan mengerjakan shalat dua rakaat”.[2]
Dalam lafazh lain :
أُتِيتُ بِدَابَّةٍ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ خَطْوُهَا عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهَا فَرَكِبْتُ وَمَعِى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
“Didatangkan kepadaku dabbah yang berbentuk lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada beghal, langkahnya sejauh pandangan matanya. Aku menung-ganginya dengan disertai Jibril alaihi salam”.[3]
Buraq ini adalah contoh dabbah yang sebelum-nya asing bagi kita, andai tidak ada peristiwa Isra Mi’raj niscaya kita tidak mengetahuinya. Ini sebagai gambaran saja kemungkinan betapa banyak dab-bah-dabbah lainnya yang kita tidak mengetahuinya.
Ada sebagian orang menganggap dabbah yang bernama Buraq ini adalah sebuah wahana antariksa seperti pesawat atau piring terbang. Ini penafsiran yang keterlaluan dan mengabaikan berbagai lafazh yang menerangkan bahwa Buraq ini benar-benar seekor binatang (dabbah). Diterangkan dalam hadits diatas Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengikatnya sebagai-mana kuda diikat dipasak berbentuk lingkaran. Dalam satu riwayat, cara menghentikan Buraq ini pun sama sebagaimana menghentikan kuda biasa,
ان النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لَيْلَة أسرِي بِهِ مر على مُوسَى وَهُوَ يُصَلِّي فِي قَبره قَالَ وَذكر لي انه حمل على الْبراق قَالَ فأوثقت الْفرس أَو قَالَ الدَّابَّة بالحرابة
“Sesungguhnya pada malam Isra’, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan Nabi Musa ‘alaihi sallam yang sedang sholat didalam kuburnya. (Anas) berkata: Ketika itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sedang naik Buraq. Beliau bersabda, “Kemu-dian aku menghentikan kuda (buraq) atau beliau berkata, “Dabbah” dengan cara bil halqah (me-mutar)”.[4]
Dalam riwayat lain, beliau menghentikannya dengan cara al-harabah (mengenjot). [5]
Dalam riwayat lain:
صَلَّيْتُ لِأَصْحَابِي صَلَاةَ الْعَتَمَةِ بِمَكَّةَ مُعْتِمًا، فَأَتَانِي جِبْرِيلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بِدَابَّةٍ بَيْضَاءَ فَوْقَ الْحِمَارِ , وَدُونَ الْبَغْلِ، فَقَالَ: ارْكَبْ، فَاسْتَصْعَبَ عَلَيَّ , فَدَارَهَا بِأُذُنِهَا
“Suatu ketika ketika sedang shalat isya di Mekkah, Jibril datang kepada ku dengan seekor dabbah berwarna putih, yang lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari bighal, aku pun menaikinya. Tiba-tiba ia meronta dan merasa sukar berjalan sehingga jibril mengujinya dengan memegang dua telinganya”.[6]
Dalam riwayat lain:
أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ فَرَكِبْتُ خَلْفَ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَسَارَ بِنَا إِذَا ارْتَفَعَ ارْتَفَعَتْ رِجْلَاهُ، وَإِذَا هَبَطَ ارْتَفَعَتْ يَدَاهُ
“Aku dibawakan buraq, lalu aku naik dibelakang jibril, maka ia pun terbang melesat membawa kami berdua. Ketika ia naik, kedua kaki belakangnya ikut terangkat, dan ketika ia menukik turun, kedua kaki depannya terangkat”.[7]
Itu semua menunjukan bahwa Buraq benar-benar hewan melata (Dabbah), tidak bisa ditakwilkan kepada yang lainnya. Mungkin yang menjadi penyebab orang-orang menduga Buraq ini adalah pesawat super canggih, adalah karena kecepatannya yang luar biasa. Dalam hadits yang telah lalu disebutkan “langkahnya sejauh pandangan matanya”. Sedangkan dalam hadits yang lain:
أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ [الظَّهْرِ، مَمْدُودَةٍ. هَكَذَا: ت] يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ، فَلَمْ نُزَايِلْ ظَهْرَهُ أَنَا وَجِبْرِيلُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ.
“Telah datang (Jibril) bersama Buraq, dabbah yang berwarna putih dan panjang (dalam riwayat Tirmidzi : punggungnya terhampar seperti ini). Langkahnya se-jauh pandangan matanya, sehingga aku dan Jibril merasa seakan-akan belum menyentuh punggungnya, tiba-tiba sudah sampai di Baitul Maqdis”.[8]
Memang bisa jadi kalau Buraq ini dilihat oleh orang-orang zaman sekarang, niscaya mereka me-nyangkanya piring terbang (sebab sebagian besar mereka tercemar film Hollywood) karena kecepatan-nya. Dalam kisah Isra Mi’raj disebutkan sebagian Kafilah Quraisy yang meyaksikan lintasan Buraq pun kaget setengah mati, sampai mematahkan kaki unta-nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita,
ثُمَّ رَكِبَ مُنْصَرِفًا، فَبَيْنَا هُوَ فِي بَعْضِ طَرِيقِهِ مَرَّ بِعِيرٍ لِقُرَيْشٍ تَحْمِلُ طَعَامًا، مِنْهَا جَمَلٌ عَلَيْهِ غِرَارَتَانِ: غِرَارَةٌ سَوْدَاءُ، وَغِرَارَةٌ بَيْضَاءُ، فَلَمَّا حَاذَى بِالْعِيرِ نَفَرَتْ مِنْهُ وَاسْتَدَارَتْ، وَصُرِعَ ذَلِكَ الْبَعِيرُ وَانْكَسَرَ. ثُمَّ إِنَّهُ مَضَى فَأَصْبَحَ، فَأَخْبَرَ عَمَّا كَانَ، فَلَمَّا سَمِعَ الْمُشْرِكُونَ قَوْلَهُ أَتَوْا أَبَا بَكْرٍ فَقَالُوا: يَا أَبَا بَكْرٍ، هَلْ لَكَ فِي صَاحِبِكَ؟ يُخْبِرُ أَنَّهُ أَتَى فِي لَيْلَتِهِ هَذِهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، ثُمَّ رَجَعَ فِي لَيْلَتِهِ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنْ كَانَ قَالَهُ فَقَدْ صَدَقَ، وَإِنَّا لِنُصَدِّقُهُ فِيمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ هَذَا، نُصَدِّقُهُ عَلَى خَبَرِ السَّمَاءِ. فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا عَلَامَةُ مَا تَقُولُ؟ قَالَ: "مَرَرْتُ بِعِيرٍ لِقُرَيْشٍ، وَهِيَ فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا، فَنَفَرَتِ الْعِيرُ مِنَّا وَاسْتَدَارَتْ، وَفِيهَا بَعِيرٌ عَلَيْهِ غِرَارَتَانِ: غِرَارَةٌ سَوْدَاءُ، وَغِرَارَةٌ بَيْضَاءُ، فَصُرِعَ فَانْكَسَرَ". فَلَمَّا قَدِمَتِ الْعِيرُ سَأَلُوهُمْ، فَأَخْبَرُوهُمُ الْخَبَرَ عَلَى مِثْلِ مَا حَدَّثَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Ketika kami berangkat, di dalam perjalanan aku berjumpa dengan kafilah suku Quraisy yang membawa bahan pangan. Bahan pangan itu dikemas di dalam dua karung berwarna hitam dan putih. Pada saat kami sedang berhadapan dengan kafilah tersebut, kami langsung belok dan menghindari mereka. Tiba-tiba, -saking kagetnya- salah seorang di antara kafilah itu terbanting dan kaki untanya patah. "Peristiwa semalam telah lewat, dan ketika pagi hari tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahukan peristiwa yang telah dialaminya. Sampailah berita itu ke telinga orang-orang musyrik, lalu mereka mendatangi Abu Bakar dan bertanya, "Wahai Abu Bakar, sudahkah kamu mengetahui apa yang terjadi dengan sahabatmu? Katanya dia mendatangi suatu tempat yang hanya ditempuh dengan perjalanan pulang-pergi selama satu malam. Padahal, tempat itu lazimnya ditempuh dengan perjalanan satu bulan. " Abu Bakar berkata, "Jika yang mengatakan berita itu dia (Muhammad) aku pasti membenarkan. Bahkan yang lebih jauh dari itu pun aku pasti membenarkan, karena aku percaya berdasar-kan kabar langit. "Selanjutnya, orang-orang musyrik bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Apakah bukti -kebenaran- ucapanmu?" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Aku bertemu dengan kafilah suku Quraisy di tempat ini dan itu. Ketika kami sedang berdekatan, aku berbelok dan menghindari unta-unta mereka. Di antara unta itu, ada yang membawa karung berwarna hitam dan putih. Saking kagetnya, unta itu terbanting dan patah kakinya." Pada saat kafilah suku Quraisy datang, orang-orang musyrik bertanya kepada kafilah itu. Kemudian kafilah suku Quraisy itu pun bercerita seperti apa yang diceritakan oleh Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam”.[9]
Penulis merekomendasikan dua buah buku untuk mengetahui lebih luas Kisah Isra Mi’raj Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang menak-jubkan itu. Yaitu Kitab Al-Isra’ wal Mi’raj wa Dzikru Ahaditsihima wa Takhrijuha wa Bayan Shahihima min Saqimiha karya Imam Al-Albani rahimahullahu dan Kitab Al-‘Ayah al-Kubro fi Syarh Qishshah al-Isra’ karya Imam Suyuthi rahimahullahu.



Ketiga: Penghuni langit

Beberapa sumber dalam Islam menyebut istilah “Penghuni langit”. Sedangkan langit dalam bahasa Arab kadang berarti setiap sesuatu yang tinggi. Ibnu Qutaibah berkata: “Setiap yang ada di atasmu disebut langit”. Jadi arti matahari dan bulan berada di langit, yaitu berada di ketinggian, atau di arah langit. Sebagai-mana di dalam firman Allah Azza wa Jalla yang menceritakan tentang hujan:
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً مُبَارَكًا
"Dan Kami turunkan air yang membawa berkah dari langit (ketinggian)". (Qaf: 9).
Ini artinya apa yang ada di planet-planet lain selain bumi dan andaikata benar ada penghuninya, maka mereka bisa disebut Penghuni Langit dalam pandangan manusia.
Misalkan dalam suatu hadits, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى معلم النَّاس الْخَيْر
"Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya, serta para penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang ada di dalam lubangnya dan juga ikan, akan mendo'akan orang yang mengajarkan kebaikan kepada ummat manusia". (HR. Tirmidzi no. 2685, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Misykat no. 213).
Pada Hadis diatas, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam membedakan antara Malaikat dengan Penghuni Langit. Siapakah yang dimaksud dengan Penghuni Langit dalam hadits diatas ?.
Menurut penulis Kitab Mirqatul Mafatih (1/298), Tuhfatul Ahwadzi (7/379) dan Mir’atul Mafatih (1/319)[1], maksud dari kata “malaikat” dalam hadits diatas adalah malaikat yang didekatkan seperti malaikat yang memikul Arsy. Sedangkan yang dimaksud “dan Penghuni langit” yaitu para malaikat secara umum. Jadi tidak ada dalam pemahaman ulama, bahwa “penghuni langit” dalam hadits ini maksudnya alien atau sesuatu selain malaikat.
Namun, jika kita bersikeras bahwa makna penghuni langit tersebut bisa juga termasuk mahluk yang lain selain malaikat, maka bolehlah kita berpegang dengan keumuman hadits diatas. Wallahu ’alam.

selesai.

Sumber
http://sejarahalternatif.blogspot.com/2012/03/misteri-planet-inhabit-1.html

1 comment: